Skip to main content

The Right One

Sebuah permbicaraan yang disukai banyak orang, tapi, tidak semuanya berhasil melewatinya dengan baik. Memiliki definisi yang berbeda-beda, dari mulai deskripsi yang benar hingga yang melenceng. Rumit. Terkadang kau bisa merasakannya tapi tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata yang tepat. Kita mengenal hal tersebut dengan sebutan cinta, tapi aku lebih senang menyebutnya dengan kata Kasih. Sebuah kata dengan berbagai perasaan yang terkandung didalamnya. Kekacauan, rindu, marah, sedih, depresi, bahagia, kuatir, air mata. Bagaimana kau mendefinisikannya? Pertanyaan yang sangat klasik didengar, tapi silahkan jawab dalam hatimu masing-masing. Ada yang bilang cinta bisa membuat orang yang kuat menjadi lemah atau sebaliknya, cinta membuat seorang idealis menjadi "bodoh", ada yang bilang cinta hanya omong kosong. Semua definisi tergantung pada pengalamanmu tentang cinta itu sendiri. Tapi setidaknya setiap manusia pernah mengalami anugerah Tuhan yang "aneh" ini sekali dalam hidupnya. Ketika aku menuliskan tentang hal ini, jangan pikir aku akan berbicara tentang cinta yang menggebu-gebu, makan malam yang mewah nan romantis, perasaan berbunga-bunga, kata-kata romantis, puisi tentang cinta, kupu-kupu, debaran jantung, mata yang berbinar-binar, perasaan bahagia hingga membuat senyum-senyum sendiri. Itu memang bagian yang kadang kita rasakan saat sedang jatuh cinta. Tapi ini adalah konsep cinta yang sangat berbeda, sebagian pernah aku alami sendiri, sebagian lagi aku amati dari pengalaman orang di sekelilingku. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia, hingga Ia tidak "menyayangkan" anakNya yang tunggal untuk menebus dosa seluruh manusia, tanpa terkecuali. Kasih itu ada, dan masih ada. Dan lihatlah apa yang bisa diperbuat oleh kekuatan sebuah KASIH, hingga mengorbankan "Sebuah Nyawa". Ini artinya cinta itu penting, cinta itu menentukan. Kisah cintamu penting buat Tuhan, pernikahanmu penting buat Tuhan. Bukan sebuah kebetulan Allah akan mengakhiri dunia ini dengan sebuah "pernikahan" dengan kita semua sebagai "mempelaiNya" yang tak bercacat cela. Jadi, jangan pikir kisah cintamu di dunia tidak penting, atau jangan berpikir bahwa pernikahan sakral hanyalah sebuah upacara formalitas tanpa arti. Ada visi Allah yang besar disana, ada janjiNya yang besar disana. Ada banyak kejatuhan orang-orang hebat yang dibuahi oleh "nafsu" yang mengatas namakan cinta. Ada banyak sekali kegagalan dalam pernikahan yang tidak difondasi oleh Kristus sebagai kepala dalam keluarga, ada banyak hidup anak muda yang "hancur" karena salah menempatkan cintanya pada seseorang. Aku mengamati semua yang terjadi di sekelilingku untuk memetik sebuah pembelajaran, atau mungkin pengalamanku sendiri untuk mempersiapkan diriku sebaik-baiknya sebelum aku masuk ke dalam perkara pernikahan. Cinta seorang pria bagi seorang wanita harus menempatkan sang wanita di tempat yang tertinggi. Begitu pula kebalikannya. Bagaimana kamu tahu kalau kamu ingin menikahi seseorang jika kamu tidak pernah menciumnya atau membawanya ke ranjang? Keintiman bukanlah keharusan. Lalu bagaimana jika pertanyaan ini dibalik, untuk para wanita, bagaimana kamu bisa mengetahui/menjamin bahwa kamu akan dinikahi seseorang hanya karena dia telah mencium atau menidurimu? Tidak ada yang menjamin, dan tidak ada yang bertanggung jawab atas rasa sakit yang ditinggalkan pada akhirnya selain dirimu sendiri (baca tentang kisah Rut dan Boas). Karena itu janganlah membangkitkan cinta sebelum diingininya. Cinta sejati tidak pernah merusak dan menghancurkanmu. Cinta sejati akan saling membangun satu sama lain, menghargai, menjadikan Kristus sebagai pusat dalam hubungan. Jangan masuk ke dalam perkara ini jika tujuanmu hanya untuk coba-coba, sedang kesepian, atau hanya untuk bersenang-senang, jika tujuan akhirmu bukanlah sebuah pernikahan, jangan pernah bermain-main dengan perkara ini. Cinta itu meninggalkan bekas dan traumatis. Terdengar mengerikan bukan? Karena itu kita butuh kemurnian, keheningan, ketenangan, dan iman di dalamnya. Jangan pikir aku tidak pernah mengalami perasaan cinta yang mendalam, mungkin beberapa orang pernah mengalami apa yang aku alami seperti yang akan kujelaskan ini. Jangan tertawa. Aku pernah ada pada masa dimana aku mempertanyakan diriku sendiri. Apakah aku mulai jatuh cinta? Mengapa selalu ada dalam pikiranku?Mengapa selalu ada ruang dan kesempatan untuk berharap darinya? Wajarkah ini? Apakah jatuh cinta dosa? Aku sempat tidak dapat memahami hatiku sendiri. Jauh di dalam alam sadarku terdapat sebuah " keinginan", sebuah hasrat. Mengapa aku harus membutuhkannya? Aku bisa berjalan sendiri sebelum aku bertemu dengannya, sekarang tanpa dirinya pun, seharusnya aku bisa berjalan sendiri. Tapi aku tahu, itu hanya parafrasa dari sebuah "lagu lama". Perasaanku mengalahkan logikaku. Aku tidak bisa berjalan sendiri tanpanya, dimana ada kelemahan yang nyata yang mengejutkan sekaligus mempermalukanku. Aku tidak pernah mengetahui hal ini sampai aku mengasihi dan sangat merindukannya. Dan tidak banyak yang bisa aku lakukan dengan rindu, hanya bisa menyerahkan kerinduanku lewat doa-doaku kepada Tuhan. Jatuh cinta bukanlah sebuah dosa, hal ini wajar dan sangat natural. Sebuah anugerah, kasih adalah yang terkuat dari segalanya. Kemudian aku berpikir bahwa mungkin inilah kesempatan untuk mempelajari apa yang dirasakan Paulus dengan "durinya": anugerah Allah adalah yang kita butuhkan, karena kuasa menjadi nyata di dalam kelemahan. Dan, bagaimana jika, didalam ujian yang sesungguhnya, perasaanmu mengalahkan imanmu?Lalu tanggung jawab siapkah itu? Karena itulah aku sempat menjadi takut, bahwa mungkin orang akan menilai bahwa dia keluar dari jalan Tuhan untuk sesaat, menarikku bersamanya dan " menghilangkan" dua jiwa. Kemudian kekuatiranku yang lain adalah mungkin aku mengijinkan sesuatu hal yang lain (dia, misalnya) untuk mengambil alih tempat Allah dihatiku. Sesuatu menyadarkanku bahwa mungkin aku bisa mendapatkan keduanya, dan aku tidak menolaknya. Aku hanya takut bahwa mungkin aku yang salah berpikir dengan menganggap dirinya adalah satu dari sekian cara Allah untuk masuk ke dalam hidupku.  Kehidupan percintaan adalah "medan perang" bagi seorang Kristen yang sangat menentukan. Disana akan ditentukan siapa Tuhannya: dunia, diri sendiri dan si jahat, atau Tuhan Kristus. Mempertimbangkan otoritas Kristus diatas hasrat manusia, dan mengarahkan hati mereka kepada kemurnian. Pembelajaran tentang sebuah disiplin kerinduan, kesepian, ketidakpastian, pengharapan, kepercayaan dan komitmen tanpa syarat kepada Kristus, sebuah komitmen yang meminta untuk kita menjadi murni terlepas dari hasrat yang kita rasakan. Bukan menunggu, keterpisahan, atau ketidakpastian yang paling sulit dihadapi, melainkan keheningan. Kisah dalam perjanjian lama ketika Allah mengambil tulang rusuk Adam sewaktu ia tertidur(dalam keadaan tidak sadar) mengajarkan kita bahwa kita tidak perlu tahu kapan Allah mempersiapkannya, tapi kita perlu percaya bahwa Allah sudah menyediakan dan mempersiapkannya. Tidak perlu tergesa-gesa sehingga kita tidak sabar menunggu waktuNya sehingga kita tidak percaya bahwa Ia sudah menyediakannya bagi kita. Menyibukkan dan mempersiapkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan hebat yang Ia perintahkan akan membuatmu tahu apa yang menjadi perkenananNya dalam hidupmu. Dan jika langkah kemurniaan adalah jalan yang kita ambil, bersiap-siaplah untuk dikatakan "aneh" oleh orang lain. Mungkin sebagian akan berkata setelah membaca ini: "aku sudah gagal, aku tidak mungkin untuk mengikuti standard ini." Ketahuilah, Kristus datang untuk orang yang gagal sepertiku juga, bukan bagi mereka yang "tidak membutuhkan pertobatan", atau kamu berpikir bahwa kemurniaan hanya dimiliki oleh orang-orang yang suci saja, para pemuka-pemuka agama, atau untuk kalangan dengan status agama tertentu. Kalau memang begitu, aku tidak perlu repot-repot menuliskan tentang hal ini. Aku belajar melatih diriku berpikir bahwa apapun yang aku kerjakan untuk Kristus bukanlah sebuah keterpaksaan, seperti ingin membayar "hutang" kepada seorang "penagih". Tapi karena Kristus telah membayar semuanyalah, maka aku mengerjakannya dengan sukarela, seperti membalas budi kepada Tuhanlah hidup yang aku hutangi saat ini.

Comments

  1. Ayuk kunjungi Situs media terupdate dan terkini kita hanya di :
    Pandawaa.com Berita Lifestyle
    Pandawaa.com Berita Terkini
    Pandawaa.com Berita Selebritis
    Pandawaa.com Berita Kesehatan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

being someone's answer is actually 'the answer'

sebulan kebelakang sampai hari ini, banyak banget 'kejutan-kejutan' yg gak keduga. ada pahit, manis, bingung, bikin deg-degan, bikin happy, sepi, nangis, banyaaaak deh. suasana hati dibikin gak stabil karna kondisi yg gak ketebak terjadi. pernah di satu kesempatan perjalan pulang dari rumah ke kosan, ada ibu-ibu paruh baya duduk disamping saya waktu naik bis. dia memulai pembicaraan kecil supaya suasana gak jadi awkward. saya cuma merespon sekenanya saja, sebatas menghargai, karna honestly, saat itu pikiran saya sedang bercabang-cabang memikirkan banyak hal. tapi ibu itu terus bercerita banyak hal, sampai hal2 pribadi, permasalahan pribadi yg pernah dia alami di masa lalunya yg pahit, yg membuat dia jadi tegar sampai sekarang, padahal saya tidak bertanya sama sekali tentang hal itu, tapi dia terus bercerita tanpa jeda. entahlah, mungkin dia butuh teman curhat, pikir saya seperti itu. dengan sabar saya mendengarkannya dan memberikan saran yang sewajarnya, karna saya pikir, ibu

break the addiction, live your real life.

"Do you ever feel bad when you seeing at your cell phone mostly more than seeing at the people in around you?" I have found myself that way in the past, and maybe you are who’s reading this became the one of the “victim” of social media addict. In this modern era, as we know that we cannot live without technology. Technology become the one of human needs. Technology also help us to make everything becomes easier. But most people use technology in the wrong way (for example: Smartphone/Social Media). Checking your cell phone constantly and hearing for other’s people saying, yelling, commenting & discussing through the social media. You become busy on it without realizing that you have lost your productive times and killing your relationship with people in the front of you or with the people you love . Passing up opportunities to be socializing, join into the conversation, or have a small talk, joking, and supporting one each other with people in front of you be